
Pada tahun 2021, Tim Pusat Kajian Literasi FBS UNNES ikut berkontribusi dalam menuangkan kajian praktek literasi kritis di Indonesia yang terangkum dalam buku pegangan internasional yang bertajuk, “The Handbook of Critical Literacies.” Buku pegangan internasional yang diterbitkan Routledge ini merupakan buku pegangan praktek literasi kritis di lebih dari 23 negara dan wilayah yang menggali definisi substantif, hubungan konseptual antar teori, ikhtisar penelitian, survei, dan praktik literasi kritis.
Pada bagian bab “Critical Literacies in Indonesia”, Tim Pusat Kajian Literasi mencoba untuk membagi wawasan tentang bagaimana literasi kritis di Indonesia dapat berpotensi membebaskan berbagai pengetahuan penting yang ditundukkan dalam konteks pasca-otoriter apa pun, terlepas dari lokasi geografis dan budaya lokal. Lintasan sejarah literasi di Indonesia pasca-otoriter, karya peneliti, dan praktisi telah menyoroti pentingnya hubungan keaksaraan dengan praktek sosial, di mana literasi formal tidak dapat dipisahkan dari literasi akar rumput. Literasi akar rumput telah menyediakan ruang bagi orang-orang untuk benar-benar terlibat dalam gerakan literasi sebagai praktik sosial yang bermakna dan berpotensi membebaskan diri dari bayang-bayang otoritarian.
Sebagai contoh nyata praktek literasi kritis di Indonesia adalah anak jalanan di Bandung, pekerja rumah tangga asing Indonesia di Hong Kong dan perpustakaan komunitas lokal. Dewayani (2013) menyelidiki konstruksi identitias anak jalanan melalui tulisan mereka dan melihat bagaimana ada hubungan kompleks antara anak, orang tua, masyarakat, dan pemerintah melalui wacana pendidikan formal dan argumentasi bahwa sekolah formal sebagai sarana penting mobilitas vertikal dalam masyarakat bukanlah satu-satunya solusi pengentasan kemiskinan. Sedangkan Retnaningdyah (2013 & 2015) mempelajari satu kelompok subordinat wanita di divisi global tenaga kerja yaitu pekerja rumah tangga asing Indonesia di Hong Kong. Komunitas ini menentang stigma negatif pekerja rumah tangga dengan merekonstruksi identitas mereka melalui blogging dan menegosiasikan keadilan di tempat kerja. Selain itu, literatur tentang literasi akar rumput juga disajikan melalui jejak gerakan komunitas “Rumah Buku Cilegon” dan “Adam dan Matahari”. “Rumah Buku Cilegon” lahir dan tumbuh dari keprihatinan yang mendalam atas rendahnya minat baca dan kurang mendukungnya kondisi perpustakaan lokal. Sedangkan “Adam dan Matahari” adalah komunitas yang mengkampanyekan tentang non-dikotomi sains dan agama dan menggunakan logika dan pemikiran kritis untuk memperdalam keyakinan.
Praktik literasi kritis memiliki kekuatan tidak hanya untuk membuat suara-suara yang tidak terdengar menjadi terdengar, tetapi juga untuk merekonstruksi identitas seseorang dan memberdayakan komunitasnya masing-masing. Dengan merekam praktek literasi kritis di Indonesia, Tim Pusat Kajian Literasi berharap bahwa praksis literasi kritis masa depan di Indonesia dapat memperluas kerja yang ada dengan mengeksplorasi lebih dalam wilayah dampak otoritarianisme dalam cara berpikir dan cara melakukan literasi, dengan mempertimbangkan isu seperti pandemi global, isu lingkungan (pemanasan global), bahasa daerah, dan kesetaraan gender.
 
								




 English
English				 Indonesian
Indonesian