Pusat Kajian Literasi UNNES Gelar Dialog Inklusif Adaptasi Iklim: Perempuan dan Komunitas Rentan Jadi Kunci

Semarang, 5 September 2024 – Pusat Kajian Literasi Universitas Negeri Semarang (UNNES) berhasil menggelar Simposium Publik Internasional bertajuk “Adaptasi Iklim yang Inklusif” di Hotel Aruss, Semarang. Acara ini merupakan bagian dari inisiatif penelitian kolaboratif yang didanai oleh Pemerintah Australia melalui program KONEKSI (Knowledge Partnership Platform Australia-Indonesia), yang bertujuan untuk mengeksplorasi solusi adaptasi perubahan iklim yang melibatkan berbagai kelompok masyarakat, khususnya perempuan dan komunitas rentan.

Sebagai puncak dari rangkaian penelitian ini, simposium Pusat Kajian Literasi Universitas Negeri Semarang menghadirkan berbagai pihak dari kalangan akademisi, aktivis lingkungan, dan masyarakat yang terdampak oleh perubahan iklim. Wakil Rektor III UNNES, Prof. Dr. Ngabiyanto, M.Si., membuka secara resmi acara ini dengan menekankan bahwa kolaborasi lintas sektor sangat krusial dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim.

Simposium ini mengedepankan tiga panelis utama yang berperan aktif dalam isu perubahan iklim, yaitu:

  1. Linda Tagie dari Jaringan Perempuan Indonesia Timur, yang memaparkan bagaimana komunitas perempuan di wilayah timur Indonesia merespons langsung dampak perubahan iklim.
  2. Sanaullaili, Ketua Badan Eksekutif Solidaritas Perempuan Kinasih, menguraikan tantangan dan solusi mitigasi yang dihadapi perempuan di Indonesia dalam konteks perubahan iklim.
  3. Prof. Vaille Dawson dari University of Western Australia, memaparkan studi kasus internasional terkait dampak perubahan iklim terhadap kelompok rentan, dengan fokus khusus pada perempuan.

Para panelis tidak hanya berbagi wawasan tetapi juga terlibat dalam diskusi mendalam dengan sejumlah pakar akademik dan kebijakan yang diundang, termasuk Andi Misbahul Pertiwi, Ph.D. Cand. dari University of Leeds, Nuraeni, S.Hut, MES dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Dr. Rachman Kurniawan dari Bappenas.

Diskusi ini menekankan pentingnya pendekatan Feminist Participatory Action Research (FPAR) dalam penelitian, yang telah terbukti efektif dalam menghimpun strategi adaptasi yang dikembangkan oleh perempuan di komunitas terdampak perubahan iklim.

Menurut Direktur Pusat Kajian Literasi UNNES, Zulfa Sakhiyya, Ph.D., metode FPAR memberikan peluang besar bagi perempuan untuk memainkan peran sentral dalam merumuskan strategi adaptasi di tingkat komunitas. Hal ini selaras dengan temuan bahwa perempuan, meskipun sering kali menjadi kelompok yang paling terdampak oleh perubahan iklim, juga merupakan agen penting dalam menggerakkan solusi adaptasi.

Simposium ini tidak hanya membuka ruang bagi pertukaran ide, tetapi juga menciptakan kesempatan kolaborasi lebih lanjut di antara kalangan di berbagai sektor. “Kami berharap hasil dari simposium ini dapat menjadi pijakan awal dalam memperkuat kolaborasi lintas sektor, khususnya dalam merespons dampak perubahan iklim yang dirasakan oleh perempuan dan kelompok rentan,” jelasnya. Pusat Kajian Literasi UNNES berkomitmen untuk terus mendukung penelitian dan advokasi yang mengedepankan keadilan iklim, serta menciptakan ruang yang inklusif bagi perempuan dan kelompok rentan dalam menghadapi perubahan iklim.

Share:

Facebook
X
WhatsApp
LinkedIn
On Key

Related Posts

en_USEnglish